Sanksi-sanksi bagi Perusahaan yang Melanggar Hukum UU Ketenagakerjaan

Sebagai negara berkembang, Indonesia memiliki banyak perusahaan yang merupakan sumber lapangan kerja bagi banyak orang. Tetapi banyaknya wadah ini juga rentan akan terjadinya orang-orang yang melanggar Hukum Ketenagakerjaan. Bila terjadi pelaporan, seberapa besar Sanksi UU Ketenagakerjaan yang diterima perusahaan? Apa saja yang dianggap sebagai pelanggaran dan bagaimana batasannya? Simak penjelasan terkait Sanksi UU Ketenagakerjaan berikut ini.
Sanksi UU Ketenagakerjaan, melanggar hukum, hukum ketenagakerjaan, hukum perusahaan, uu ketenagakerjaan, hak karyawan, karyawanUU Ketenagakerjaan telah mengatur segala hal yang terkait dengan industri kerja di Indonesia. Bagaimana jika perusahaan melanggarnya? (Source: Unsplash)

  1. Sanksi UU Ketenagakerjaan untuk Pelanggaran Jam Kerja

    Jam kerja perusahaan diatur pada Pasal 77 ayat (2) UU Ketenagakerjaan. Ada dua ketentuan mengenai hal ini, yakni untuk karyawan yang bekerja dalam enam hari kerja dan lima hari kerja. Penjelasannya seperti berikut:

    – 7 (tujuh) jam 1 (satu) hari dan 40 (empat puluh) jam 1 (satu) minggu untuk 6 (enam) hari kerja dalam 1 (satu) minggu; atau

    – 8 (delapan) jam 1 (satu) hari dan 40 (empat puluh) jam 1 (satu) minggu untuk 5 (lima) hari kerja dalam 1 (satu) minggu.”

    Sedangkan peraturan mengenai waktu istirahat dibahas dalam Pasal 79 ayat (2) UU Ketenagakerjaan. Di pasal tersebut dikatakan bahwa istirahat antara jam kerja sekurang-kurangnya adalah setengah jam setelah bekerja selama empat jam terus menerus. Waktu istirahat ini tidak dihitung jam kerja. Sehingga ketika perusahaan Anda memberlakukan masuk kerja pukul delapan pagi, istirahat seharusnya dilakukan pada pukul 12 siang.

    Dengan begitu, perusahaan yang melanggar hukum pengaturan jam kerja tanpa pemberitahuan pada para karyawan bisa dikenakan sanksi pidana yang sudah diatur pada Pasal 187 ayat (1) UU Ketenagakerjaan, dikutip sebagai berikut:

    “Barang siapa melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 37 ayat (2), Pasal 44 ayat (1), Pasal 45 ayat (1), Pasal 67 ayat (1), Pasal 71 ayat (2), Pasal 76, Pasal 78 ayat (2), Pasal 79 ayat (1), dan ayat (2), Pasal 85 ayat (3), dan Pasal 144, dikenakan sanksi pidana kurungan paling singkat 1 (satu) bulan dan paling lama 12 (dua belas) bulan dan/atau denda paling sedikit Rp 10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah) dan paling banyak Rp100.000.000 (seratus juta rupiah).”

  2. Sanksi UU Ketenagakerjaan Untuk Pelanggaran Jam Lembur Beserta Gajinya

    Tak hanya jam kerja yang diatur oleh undang-undang, jam lembur beserta gajinya pun juga. Peraturan jam lembur bisa dilihat pada UU No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan (UU Ketenagakerjaan), dikutip sebagai berikut dari Kepmenaker 102:

    – Waktu kerja lembur adalah waktu kerja yang melebihi 7 (tujuh) jam sehari dan 40 (empat puluh) jam 1 (satu) minggu untuk 6 (enam) hari kerja dalam 1 (satu) minggu atau 8 (delapan) jam sehari; atau

    – 40 (empat puluh) jam 1 (satu) minggu untuk 5 (lima) hari kerja dalam 1 (satu) minggu; atau

    – Waktu kerja pada hari istirahat mingguan dan atau pada hari libur resmi yang ditetapkan Pemerintah

    Perlakuan jam lembur dan persetujuannya dengan pegawai juga diatur pada Pasal 78 UU Ketenagakerjaan, yang berbunyi:

    – Ada persetujuan dari karyawan yang bersangkutan; dan

    – Waktu kerja lembur hanya dapat dilakukan paling banyak 3 (tiga) jam dalam 1 (satu) hari dan 14 (empat belas) jam dalam 1 (satu) minggu.”

    Namun, Anda tak bisa serta merta membebankan lembur tanpa SPL (Surat Penugasan Lembur) yang disetujui oleh pegawai Anda. Jadi, ketika ada perusahaan yang melanggar hukum di atas, akan dikenakan sanksi yang sama pada Pasal 187 ayat (1) UU Ketenagakerjaan, yakni pidana kurungan minimal satu bulan dan maksimal dua belas bulan dan/atau denda minimal Rp10 juta dan maksimal Rp100 juta.

  3. Sanksi UU Ketenagakerjaan untuk Pelanggaran dalam Hubungan Kerja

    Hal-hal terkait persesilisihan yang terjadi di dalam hubungan kerja sekali pun sudah diatur oleh negara. Untuk hal ini bisa didasarkan pada Pasal 57 UU No. 2 Tahun 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial (UU PPHI). Artinya, kasus perselisihan dalam hubungan kerja bisa sampai di pengadilan.

    Jika ini terjadi, hukum acara yang berlaku adalah Hukum Acara Perdata yang ada pada Peradilan Umum (HIR/RBG). Namun, hal ini bisa berubah bila ada aturan khusus UU mengenai PPHI. Untuk sanksi administratif memang belum diatur secara khusus, tetapi ada beberapa Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi yang bisa menjadi acuan untuk hal ini.

    Semua hukum negara ini ditentukan karena adanya potensi eksplotasi tenaga kerja di tiap sektor. Para pemilik perusahaan disarankan untuk melihat aturan-aturan yang berlaku dan memperhatikan hak karyawan sebelum menentukan hukum perusahaan. Selama perusahaan menaati jam kerja, upah, lembur, dan hal lainnya, seharusnya tidak ada yang harus melanggar hukum dan menjadi masalah.

Mekari Talenta memahami betul pentingnya hal-hal tersebut bagi Anda yang bekerja di bilang pengelolaan sumber daya manusia. Melalui platform yang tersedia, Talenta dapat membantu Anda untuk menaati setiap kebijakan pemerintah terkait pengelolaan karyawan dengan memastikan karyawan memperoleh haknya, seperti cuti dan gaji. Hubungi Mekari Talenta sekarang di sini dan rasakan manfaatnya!

WhatsApp WhatsApp Sales