Karena berbagai alasan, beberapa perusahaan memilih untuk merekrut karyawan kontrak atau outsourcing saat sedang membutuhkan tambahan sumber daya manusia (SDM). Keduanya sama-sama mengharuskan HRD mencari orang baru untuk membantu perusahaan menyelesaikan berbagai pekerjaan. Lalu, di mana letak perbedaannya? Berikut penjelasan selengkapnya.
Walau sama-sama bekerja dalam periode waktu tertentu, karyawan outsourcing dan kerja kontrak tetap memiliki beberapa perbedaan. (Source: Unsplash)
-
Pengertian karyawan kontrak dan outsourcing
Sesuai namanya, karyawan kontrak direkrut oleh sebuah perusahaan untuk melaksanakan kerja kontrak. Artinya, perusahaan mengadakan hubungan kerja dengan karyawan kontrak untuk suatu pekerjaan yang berlangsung selama periode waktu tertentu.
Sedangkan, outsourcing adalah sebuah upaya untuk mengalihkan pekerjaan ke pihak ketiga. Secara umum, outsourcing terbagi lagi menjadi dua kategori, yakni penyerahan sebagian pekerjaan atau pemborongan pekerjaan (outsourcing pekerjaan) dan penyedia jasa tenaga kerja atau agen penyalur tenaga kerja.
-
Masa waktu kerja karyawan kontrak dan outsourcing
UU Ketenagakerjaan juga menjelaskan bahwa PKWT hanya boleh diadakan paling lama untuk dua tahun, dengan perpanjangan satu kali maksimal selama satu tahun. Jika terjadi perpanjangan, maka harus diberitahukan kepada karyawan kontrak bersangkutan maksimal tujuh hari sebelum PKWT berakhir.
Lalu, untuk karyawan outsourcing, penghitungan masa kerjanya bergantung pada jenis kontrak yang disepakati bersama perusahaan yang merekrut mereka. Menurut UU Ketenagakerjaan, hal tersebut dibedakan menjadi dua, yakni:
1. Apabila karyawan akan dipekerjakan untuk pekerjaan tetap dan terus menerus, maka perusahaan outsourcing harus mengikat mereka sebagai pekerja tetap melalui Perjanjian Kerja Waktu Tidak Tertentu (PKWTT)
2. Apabila karyawan dipekerjakan untuk pekerjaan yang akan selesai tepat waktu, misalnya satu atau dua tahun, perusahaan outsourcing dapat mengontrak mereka melalui PKWT.
-
Jenis pekerjaan karyawan kontrak
Dalam Undang-undang No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan (UU Ketenagakerjaan), aturan mengenai karyawan kontrak dibahas pada Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT). Pasal 59 Ayat (1) UU Ketenagakerjaan menyebutkan bahwa PKWT hanya dapat berlaku untuk pekerjaan tertentu yang berdasarkan jenis, sifat, atau kegiatannya, akan selesai dalam kurun waktu tertentu, yaitu:
1. Pekerjaan yang sifatnya sementara atau sekali selesai
2. Pekerjaan yang penyelesaiannya diperkirakan dalam waktu paling lama tiga tahun
3. Pekerjaan yang bersifat musiman
4. Pekerjaan yang berhubungan dengan produk baru, kegiatan baru, atau produk tambahan yang masih dalam masa percobaan
-
Kata UU Ketenagakerjaan tentang karyawan outsourcing
Sebetulnya UU Ketenagakerjaan tidak secara eksplisit menyebutkan tentang karyawan outsourcing. Namun, Pasal 64 UU Ketenagakerjaan menjelaskan bahwa perusahaan dapat menyerahkan sebagian pelaksanaan pekerjaan kepada perusahaan lainnya melalui perjanjian pemborongan pekerjaan atau penyediaan jasa karyawan yang dibuat secara tertulis—yang mana merupakan dasar praktik outsourcing di Indonesia.
Menurut Pasal 65 Ayat (2) UU Ketenagakerjaan, berikut adalah syarat-syarat pekerjaan yang bisa diserahkan oleh perusahaan kepada perusahaan lain:
1. Dilakukan secara terpisah dari kegiatan utama
2. Dilakukan dengan perintah langsung atau tidak langsung dari pemberi pekerjaan
3. Merupakan kegiatan penunjang perusahaan secara keseluruhan
4. Tidak menghambar proses produksi
Secara lebih spesifik lagi, Pasal 66 UU Ketenagakerjaan menyebutkan bahwa yang dimaksud dengan kegiatan penunjang adalah kegiatan yang berada di luar usaha pokok perusahaan, yakni usaha pelayanan kebersihan (cleaning service), usaha penyediaan makanan bagi karyawna (catering), usaha tenaga pengaman (security), usaha jasa penunjang di pertambangan dan perminyakan, serta usaha penyediaan angkutan bagi karyawan.
-
Bentuk perjanjian karyawan kontrak dan outsourcing
PKWT harus dibuat secara tertulis, yakni menggunakan Bahasan Indonesia dan huruf latin. Apabila tidak dibuat secara tertulis, maka akan dinyatakan sebagai Perjanjian Pekerjaan untuk Waktu Tidak Tertentu (PKWTT). Karena sistem kerjanya kontrak, PKWT tidak diperbolehkan melakukan masa percobaan kerja terhadap karyawannya. Selain surat perjanjian, PKWT juga wajib tercatat di instansi setempat yang bertanggung jawab pada bidang ketenagakerjaan maksimal tujuh hari setelah penandatanganan perjanjian.
Sedangkan, dalam sistem kerja outsourcing, tidak disebutkan secara eksplisit tentang adanya keharusan untuk membuat perjanjian secara tertulis. Namun, idealnya perusahaan tetap harus membuatnya. Sama seperti PKWT, perjanjian outsourcing juga harus didaftarkan kepada instansi setempat yang bertanggung jawab pada bidang ketenagakerjaan, yakni maksimal tiga puluh hari kerja sejak penandatanganan perjanjian. Apabila tidak dicatatkan, instansi yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan provinsi berhak mencabut izin operasional berdasarkan rekomendasi dari instansi setempat yang bertanggung jawab.
Jika perusahaan Anda memiliki banyak karyawan, mengelola status setiap karyawan tentu akan memakan banyak waktu dan tenaga. Nah, untuk menghemat waktu dan tenaga tersebut, Anda bisa menggunakan software Sleekr yang akan membantu menangani segala hal terkait administrasi HR perusahaan. Dengan begitu, Anda bisa memanfaatkan waktu lebih untuk melakukan hal-hal lain yang lebih penting.
Tunggu apa lagi? Segera buat akun Sleekr HR sekarang juga! Apabila karyawan di perusahaan Anda berjumlah kurang dari dua puluh, Anda bisa mencoba menggunakan software Sleekr HR secara gratis!